TUGU WORANG : IKON BERSEJARAH DI KOTA MANADO

TUGU WORANG : IKON BERSEJARAH DI KOTA MANADO

Patung Worang Batalyon Manado adalah sebuah monumen yang memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi warga Kota Manado dan Sulawesi Utara. Monumen ini dibangun untuk mengenang jasa para pejuang Batalyon Infanteri (Yonif) 726/Tamalatea yang telah gugur dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia pada masa lalu.

Dalam bahasa lokal Sulawesi Utara, patung ini dikenal dengan sebutan “Tugu Worang”. Patung ini menggambarkan seorang prajurit Indonesia yang sedang menyerang dan memegang senjata di tangan kanannya. Pada bagian dasar patung terdapat relief yang menggambarkan adegan pertempuran antara para pejuang Indonesia melawan penjajah.

Monumen ini terletak di kawasan perkotaan Kota Manado, tepatnya di Jalan Sam Ratulangi.  Patung ini juga berada di dekat beberapa tempat wisata populer di Kota Manado, seperti Pantai Malalayang, Jembatan Seokarno, dan Taman Laut Bunaken.

Selain sebagai tempat ziarah dan wisata sejarah, patung Worang Batalyon Manado juga sering digunakan sebagai tempat acara budaya dan kegiatan sosial.

Namun, seperti halnya dengan banyak monumen di Indonesia, patung Worang Batalyon Manado juga sempat mengalami kerusakan dan perlu dilakukan pemeliharaan secara berkala. Pemerintah setempat melakukan upaya perbaikan dan restorasi pada monumen ini, sehingga patung Worang Batalyon Manado tetap terjaga dan berdiri kokoh hingga saat ini.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, Batalyon Infanteri (Yonif) 726/Tamalatea memainkan peranan yang sangat penting. Para prajurit Yonif 726/Tamalatea telah mengorbankan nyawa dan pengorbanan besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Oleh karena itu, patung Worang Batalyon Manado menjadi simbol penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasa para pejuang yang telah gugur dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.

 

Google Maps Location

Kampung Arab, Sejarah Awal Islam di Manado

Kampung Arab, Sejarah Awal Islam di Manado

Kampung Arab Kampung Arab

Perkembangan Islam di Manado awalnya berasal dari saudagar dan ulama asal Yaman.

Di Manado, Sulawesi Utara, kantong-kantong umat Islam terutama terletak di Kampung Arab, Kampung Islam, Kampung Ketang Baru, dan Kampung Ternate Baru. Namun, yang paling ramai adalah Kampung Arab, Kelurahan Istiqlal.

“Bicara perkembangan Islam di Manado, awalnya berkembang dari Kampung Arab. Para penganjur Islam tersebut adalah saudagar dan ulama asal Yaman (Hadramaut). Mereka datang ke Manado tahun 1800-an untuk berdagang sekaligus berdakwah,” ujar mantan Ketua Al Irsyad Wilayah Sulawesi Utara Abdul Azis Wakid kepada Republika.

Kampung Arab merupakan mercu suar Islam di Manado. Di kampung ini, aktivitas umat Islam sangat semarak. Pusat kegiatan itu adalah Masjid Istiqlal, yang berada di tengah-tengah Kampung Arab.

“Setiap hari, masjid ini dipakai untuk sholat berjamaah lima waktu, dari subuh sampai isya,” ujar Ustadz Taha bin Muhammad Bahmid, imam Masjid Istiqlal, saat berbincang.

Ditinjau dari luas wilayah, Kampung Arab relatif kecil. Luasnya hanya 9,2 hektare. “Kampung Arab merupakan kelurahan yang paling kecil di kota Manado, tapi paling besar gaung Islamnya. Masjid Istiqlal merupakan masjid yang paling makmur di Manado,” kata Taha yang didampingi imam lainnya, Haji Ali Assegaf.

Taha menyebutkan, Kampung Arab dihuni sekitar 400 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduknya sekitar 3.000 orang. Meskipun namanya Kampung Arab, tidak semuanya merupakan orang-orang keturunan Hadramaut (Arab). Ada juga sebagian orang keturunan non-Arab yang kini tinggal di kelurahan tersebut.

“Saat ini hanya 70 persen orang keturunan Arab yang mendiami Kelurahan Istiqlal,” ujarnya.

Kampung Arab telah melahirkan orang-orang besar dalam pergerakan Islam di Sulawesi Utara (Sulut). “Pimpinan-pimpinan Masyumi, NU, Muhammadiyah di Sulut umumnya berasal dari Kampung Arab,” ujar Taha yang merupakan generasi ketiga saudagar dan ulama asal Hadramaut di Manado.

Ali Assegaf mengatakan, pusat kegiatan umat Islam di Kelurahan Istiqlal berada di Masjid Istiqlal (dulu disebut Masjid Masyhur). “Masjid Masyhur adalah masjid terindah di Manado, bahkan terindah di Indonesia Bagian Timur. Masjid itu dibangun dengan swadaya masyarakat” katanya.

Masjid tersebut, kata dia, berdiri sekitar tahun 1880. Renovasi terakhir tahun 1988, masjid tersebut dibongkar total. “Menurut riwayat, awalnya luas masjid tersebut 16 meter persegi, sekarang menjadi empat lantai dengan kapasitas 2.000 orang,” ujarnya.

Masjid Istiqlal diresmikan Wapres Try Sutrisno pada 1992. Selain merupakan masjid yang paling semarak kegiatan Islamnya, Masjid Istiqlal bertambah harum karena pernah disinggahi banyak sekali tokoh besar.

“Buya Hamka, Kasman Singodimedjo, Muhammad Room, Muhammad Natsir, Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, Salim Al Jufri, Zainuddin MZ, pernah sholat di Masjid Istiqlal,” ungkap Ali Assegaff.

Kepedulian warga Kampung Arab terhadap umat Islam di Manado sangat besar. Mereka selalu berusaha menolong saudara-saudaranya seagama yang membutuhkan. Untuk itu, mereka antara lain membentuk Yayasan Amal Masjid Istiqlal Manado (YAMIM). Yayasan tersebut bergerak di bidang sosial dan ekonomi. Salah satunya adalah usaha mobil ambulans yang ditujukan membantu warga Muslim Manado yang membutuhkan.

Suasana Islam di Manado makin terasa kental pada hari raya Idul Fitri. Pada hari kedua ada tradisi yang namanya iwad. “Ini merupakan silaturahim langsung masyarakat door to door. Tidak pandang bulu, siapa pun dia, pokoknya 400 rumah harus dimasuki. Acara tersebut berlangsung dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00. Tradisi ini hanya ada di Kampung Arab,” ujar Taha.

Source Republica

Copyright © 2025 Wonderful Manado